MODUL
1
TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN
TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN
Kegiatan Belajar 1:
Keimanan dan Ketakwaan
Rangkuman
Iman merupakan asas yang menentukan ragam kepribadian manusia. Selama ini orang memahami bahwa iman artinya kepercayaan atau sikap batin, yaitu mempercayai adanya Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Akhir (kiamat), Takdir baik dan buruk. Pengertian tersebut jika digandengkan dengan hadis Nabi yaitu aqdun bil qalbi wa ikraarun bil lisaani wa amalun bil arkani maka pengertiannya akan lebih operasional. Jika didefinisikan bahwa iman adalah kepribadian yang mencerminkan suatu keterpaduan antara kalbu, ucapan dan perilaku menurut ketentuan Allah, yang disampaikan oleh Malaikat kepada Nabi Muhammad. Ketentuan Allah tersebut dibukukan dalam bentuk Kitab yaitu kumpulan wahyu, yang dikonkretkan dalam Al-quran guna mencapai tujuan yang hakiki yaitu bahagia dalam hidup, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Isi kitab tersebut adalah ketentuan tentang nilai-nilai kehidupan yang baik dan yang buruk berdasarkan parameter dari Allah.
Rangkuman
Iman merupakan asas yang menentukan ragam kepribadian manusia. Selama ini orang memahami bahwa iman artinya kepercayaan atau sikap batin, yaitu mempercayai adanya Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Akhir (kiamat), Takdir baik dan buruk. Pengertian tersebut jika digandengkan dengan hadis Nabi yaitu aqdun bil qalbi wa ikraarun bil lisaani wa amalun bil arkani maka pengertiannya akan lebih operasional. Jika didefinisikan bahwa iman adalah kepribadian yang mencerminkan suatu keterpaduan antara kalbu, ucapan dan perilaku menurut ketentuan Allah, yang disampaikan oleh Malaikat kepada Nabi Muhammad. Ketentuan Allah tersebut dibukukan dalam bentuk Kitab yaitu kumpulan wahyu, yang dikonkretkan dalam Al-quran guna mencapai tujuan yang hakiki yaitu bahagia dalam hidup, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Isi kitab tersebut adalah ketentuan tentang nilai-nilai kehidupan yang baik dan yang buruk berdasarkan parameter dari Allah.
Ada tiga aspek iman
yaitu pengetahuan, kemauan dan kemampuan. Orang yang beriman kepada Allah adalah
yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk hidup dengan ajaran
Al-quran seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Oleh karena itu, prasyarat
untuk mencapai iman adalah memahami kandungan Al-quran. Dengan demikian
strategi untuk menumbuhkembangkan keimanan kepada Allah adalah
menumbuhkembangkan kegiatan, belajar dan mengajar Al-quran secara akademik.
Tujuan belajar dan mengajar adalah bukan sekedar mampu membunyikan hurufnya,
melainkan sampai memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Kuat lemahnya iman
seseorang sangat tergantung pada penguasaannya terhadap Al-quran. Kekeliruan
dan kedangkalan dalam memahami makna Al-quran merupakan faktor yang membuat
dangkal atau keliru dalam beriman. Untuk itu belajar dan mengajar Al-quran
harus dilakukan secara terjadwal dan berkelanjutan. Belajar Al-quran tidak
hanya di waktu kecil, namun harus berkelanjutan sampai ajal tiba.
Kegiatan Belajar 2:
Filsafat Ketuhanan
Rangkuman
Konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut pemikiran manusia, berbeda dengan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menurut ajaran Islam. Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia baik deisme, panteisme, maupun eklektisme, tidak memberikan tempat bagi ajaran Allah dalam kehidupan, dalam arti ajaran Allah tidak fungsional. Paham panteisme meyakini Tuhan berperan, namun yang berperan adalah Zat-Nya, bukan ajaran-Nya. Sedangkan konsep ketuhanan dalam Islam justru intinya adalah konsep ketuhanan secara fungsional. Maksudnya, fokus dari konsep ketuhanan dalam Islam adalah bagaimana memerankan ajaran Allah dalam memanfaatkan ciptaan-Nya.
Rangkuman
Konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut pemikiran manusia, berbeda dengan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menurut ajaran Islam. Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia baik deisme, panteisme, maupun eklektisme, tidak memberikan tempat bagi ajaran Allah dalam kehidupan, dalam arti ajaran Allah tidak fungsional. Paham panteisme meyakini Tuhan berperan, namun yang berperan adalah Zat-Nya, bukan ajaran-Nya. Sedangkan konsep ketuhanan dalam Islam justru intinya adalah konsep ketuhanan secara fungsional. Maksudnya, fokus dari konsep ketuhanan dalam Islam adalah bagaimana memerankan ajaran Allah dalam memanfaatkan ciptaan-Nya.
Segala yang ada di
alam semesta ini diciptakan oleh Yang Maha Pencipta (Khalik). Manusia yang
diberi akal, ketika memperhatikan gejala dan fenomena alam akan mengambil
kesimpulan bahwa alam yang menakjubkan ini tentulah diciptakan oleh Yang Maha
Agung. Akal yang logis juga memahami bahwa yang dicipta tidak sama dengan
Pencipta.
Makhluk, kecuali ada
yang nyata dapat diketahui dengan pancaindra, ada pula yang immateri dan tidak
dapat dijangkau oleh indera manusia. Keyakinan akan adanya makhluk ghaib itu,
akan dapat menyampaikan kepada keimanan, juga terhadap Yang Maha Ghaib, yaitu
Khalik Pencipta alam semesta ini.
Daftar Pustaka
- Alquran.
(1986). Mushaf Standar Indonesia. Jakarta.
- Chudlori
Umar, Moh., dkk. (1996). Pendidikan Agama Islam untuk Fakultas Ekonomi.
Jakarta.
- Mokhtar
Stirk dan Muhammad Iqbal. (t.th.). Buku Pintar Al-quran: Referensi Lengkap
memahami Kitab Suci Al-quran. Jakarta: Padang Pustaka & Intimedia.
- M.Quraish
Shihab. (1992). Membumikan Al-quran. Cetakan 1. Bandung: Mizan.
- (1996).
Wawasan Al-quran. Cetakan 1. Bandung: Mizan.
- Nainggolan,
ZS. (1997). Pandangan Cendekiawan Muslim tentang Moral Pancasila, Moral
Barat, dan Moral Islam. Jakarta.
- Nasution,
Harun. (1975). Falsafat Agama. Jakarta.
- ___. (1985).
Teologi Islam. Jakarta.
- Rodinson,
Maxin. (t.th.) Islam dan Kapitalisme. Bandung.
- Tim
Dosen Pendidikan Agama Islam IKIP Jakarta. (1988). Materi Pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi. Jakarta.
- Zakiah
Daradjat, dkk. (1984). Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta.
MODUL
2
HAKIKAT, MARTABAT, DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA
HAKIKAT, MARTABAT, DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA
Kegiatan Belajar 1:
Hakikat Manus
Rangkuman
Zat yang bersifat lahir dan gaib itu menentukan postur manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Manusia mempunyai anggota badan, khususnya otak dan jantung yang berfungsi sebagai mekanisme biologi, yaitu seperangkat subsistem di dalam sistem tubuh manusia untuk menunjukkan keberadaannya (eksistensinya).
Rangkuman
Zat yang bersifat lahir dan gaib itu menentukan postur manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Manusia mempunyai anggota badan, khususnya otak dan jantung yang berfungsi sebagai mekanisme biologi, yaitu seperangkat subsistem di dalam sistem tubuh manusia untuk menunjukkan keberadaannya (eksistensinya).
Susunan anggota badan
manusia (fisik) sebenarnya sangat kompleks, tidak hanya terdiri dari otak dan
jantung saja, yang masing-masing anggota badan satu sama lain dihubungkan
melalui susunan syaraf yang sangat kompleks pula. Keadaan itu pun masih
menggambarkan manusia yang kurang lengkap, karena kelengkapan manusia tidak
hanya dari wujud fisiknya saja, akan tetapi juga dari kenyataan nonfisik yang
justru tidak dimiliki oleh makhluk lain. Seperti ruh dan jiwa yang memerankan
adanya proses berpikir, merasa, bersikap dan berserah diri serta mengabdi yang
merupakan mekanisme, kejiwaan manusia sebagai makhluk Allah.
Kedua mekanisme yang
terdapat pada manusia, yaitu mekanisme biologi yang berpusat pada jantung
(sebagai pusat hidup) dan mekanisme kejiwaan yang berpusat pada otak (otak
sebagai lembaga pikir, rasa, dan sikap sebagai pusat kehidupan).
Gambaran bahwa manusia
merupakan makhluk yang sempurna, mungkin dapat dilihat dari kemampuannya untuk
menentukan tujuan hidup. Tujuan hidup itu berdasarkan satu tata nilai yang
memberikan corak pada seluruh kehidupan manusia yang terdiri dari proses mengetahui,
mengalami, memikirkan, merasakan, dan membentuk sikap tertentu yang akhirnya
tersusun pada suatu pola perilaku yang dapat menghasilkan karya manusia, baik
yang bersifat fisik maupun bersifat nonfisik. Tinggi rendahnya derajat
kemampuan, sempit luasnya cakupan tergantung pada kapasitas otak (Q.S.
Al-Mu'min (40) : 35), melalui pusat susunan syaraf (terletak pada sumsum tulang
belakang) sehingga memungkinkan seluruh anggota badan berfungsi dalam rangka
pencapaian cita-cita. Cita-cita tersebut sering kali diistilahkan dengan
akhlakul karimah atau perilaku yang baik.
Kegiatan Belajar 2:
Martabat Manusia
Rangkuman
Manusia ialah makhluk yang utama dan terutama di antara semua makhluk yang ada. Keutamaan manusia dapat dilihat dengan adanya potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, yang tidak terdapat pada makhluk lain. Dengan kelebihan itu manusia dijadikan sebagai khalifah Allah di bumi.
Rangkuman
Manusia ialah makhluk yang utama dan terutama di antara semua makhluk yang ada. Keutamaan manusia dapat dilihat dengan adanya potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, yang tidak terdapat pada makhluk lain. Dengan kelebihan itu manusia dijadikan sebagai khalifah Allah di bumi.
Kedudukan manusia
sebagai khalifah Allah inilah, yang menjadikan mereka mempunyai sejumlah hak
dan kewajiban. Hak di sini adalah suatu imbalan dari kewajiban-kewajiban yang
telah ditunaikannya. Kewajiban dalam konteks dengan hukum Islam, berarti
pekerjaan yang akan mendapat sanksi hukum apabila ditinggalkan.
Kegiatan Belajar 3:
Tanggung Jawab Manusia
Rangkuman
Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk yang paling mulia. Sesuai dengan namanya manusia adalah makhluk yang mempunyai naluri berperasaan, berkelompok, dan berpribadi. Selain itu manusia memiliki sifat pelupa atau cenderung memilih berbuat kesalahan. Dari sifat-sifatnya itu posisi manusia akan berbalik menjadi makhluk yang paling hina, bahkan lebih hina dari binatang.
Rangkuman
Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk yang paling mulia. Sesuai dengan namanya manusia adalah makhluk yang mempunyai naluri berperasaan, berkelompok, dan berpribadi. Selain itu manusia memiliki sifat pelupa atau cenderung memilih berbuat kesalahan. Dari sifat-sifatnya itu posisi manusia akan berbalik menjadi makhluk yang paling hina, bahkan lebih hina dari binatang.
Manusia diciptakan
untuk mengelola dan memanfaatkan alam untuk mencapai kehidupan materi yang
sejahtera dan bahagia di dunia, sekaligus dengan demikian ia dapat melaksanakan
tugas beribadah kepada Pencipta untuk mencapai kebahagiaan immateri di akhirat
kelak. Fungsi ganda manusia itu dikenal dalam istilah agama sebagai fungsi
kekhalifahan dan kehambaan (untuk mengabdi dan beribadah).
Daftar Pustaka
- A. B Shah.
(1986). Metodologi Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- A.
Yazid dan Qasim Lho. (1977). Himpunan Hadits-Hadits Lemah dan Palsu.
Bandung: Bina Ilmu.
- Abudin
Nata. (1994). Alquran dan Hadits. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- ___.
(1999). Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Ali
Abdul Adzim. (1989). Epistemologis dan Aksiologi Ilmu Perspektif Alquran.
Bandung: Rosda.
- Al-Quran
dan Terjemahannya (Depag RI, 1986).
- Andi
Hakim Nasution. (1988). Pengantar ke Filsafat Ilmu. Jakarta: Litera Antar
Nusa.
- C. A.
Qadir, (Ed.). (1989). Ilmu Pengetahuan dan Metodenya. Jakarta Yayasan Obor
Indonesia.
- Daniel
W. Brown. (1991). Relevansi Sunnah dalam Islam Modern. Bandung: Mizan.
- Dawud
Al-Aththar. (1994). Ilmu Alquran. Bandung: Pustaka Hidayah.
- Dedy
Mulyana, (Ed.). (1996). Berpaling Kepada Islam. Bandung: Rosda.
- Departemen
Agama RI. (2001). Kapita Selekta Pengetahuan Agama Islam. Jakarta: Dirjen
Binboga Islam.
- E.
Hasan Saleh. (2000). Studi Agama Islam di Perguruan Tinggi. Cetakan Kedua.
Jakarta : ISTN.
- Endang
Saifuddin Anshari. (1983). Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran tentang
Islam dan Umatnya. Bandung: Pustaka.
- Fazlur
Rahman. (1984). Islam. Bandung: Pustaka.
- Hasan
Langgulung. (1986). Manusia dan Pendidikan: Studi Analisis Psikologis dan
Pendidikan. Jakarta: Pustaka Alhusna.
- ___.
1986). Teori-teori Kesehatan Mental. Jakarta: Pustaka Alhusna.
- Husein
Bahreisy. (t.th.). Studi Hadits Nabi. Surabaya: Amin.
- Iwan
Kusuman Hamdan, dkk. (Eds.). (1995). Mukjizat Alquran dan As-Sunnah
tentang IPTEK. Jakarta: GIP.
- Jujun
S. Suriasumanteri. (1985). Filsafat Ilmu: Pengantar Populer. Jakarta:
Sinar Harapan.
- ___.
(1978). Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia.
- Karen
Armstrong. (2001). Muhammad Sebagai Nabi. Jakarta: Risalah Gusti.
- M. Ali
Usman, dkk. (1993). Hadits Qudsi: Firman Allah Tidak Dicantumkan dalam
Alquran. Bandung: Diponegoro.
- Moh.
Syafaat. (1965). Mengapa Anda Beragama Islam. Jakarta: Wijaya.
- Moh.
Thahir Hakim. (1984). Sunah dalam Tantangan Pengingkarnya. Jakarta:
Granada.
- Muh.
Al-Ghazali. (1991). Keprihatinan Seorang Juru Dakwah. Bandung: Mizan.
- Muh.
Husain Haekal. (1980). Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Pustaka Jaya.
- Muh.
Sa’id Ramadlan Al-Buthy. (1992). Sirah Nabawiyah. 3 Jilid. Jakarta:
Robbani Pres.
- Muh.
Zulkarnain. (t. th.). Mengapa Saya Masuk Agama Islam. Semarang:
Ramadahani.
- Muhammad
Quraish Shihab. (1992). Membumikan Alquran. Bandung: Mizan.
- ___.
(1996). Wawasan Alquran. Bandung: Mizan.
- Murtadla
Mutahhari. (1984). Manusia dan Agama. Bandung: Mizan.
- Nico
Syukur. (1992). Pengalaman dan Motivasi Beragama. Jakarta: Leppenas.
- Nurcholis
Madjid. (2000). Pesan-pesan Takwa. Jakarta: Paramadina.
- Rabithal
Alam Islamy. (1979). Mengapa Kami Memilih Islam. Bandung: Almaarif.
- Roger
Graudy. (1982). Janji-janji Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
- ___.
(1986). Mencari Agama pada Abad XX. Jakarta: Bulan Bintang.
- ___.
(1987). Krisis Global Dunia Barat: Di mana Islam. Surabaya: Amarpres.
- Rus’an.
(1981). Lintasan Sejarah Islam Zaman Rasululah. Semarang: Wicaksana.
- Shaifurrahman
Al-Mubarakfury. (1997). Sirah Nabawiyah. Jakarta: Al-Kautsar.
- Syamsudin
Abdullah. (1977). Agama dan Masyarakat. Jakarta: Logos.
- Syamsul
Rijal Hamid. (1997). Buku Pintar Agama Islam. Edisi Senior. Jakarta:
Penebar Salam.
- T.M.
Hasbi Ash-Shiddiqy. (1977). Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta:
Bulan Bintang.
- Thomas
W. Arnold. (1981). The Preaching of Islam. Jakarta: Widjaya.
- Zakiah
Derajat, dkk. (1986). Dasar-dasar Agama Islam: Buku Dasar Pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Universitas Terbuka.
MODUL
3
MASYARAKAT BERADAB, PERAN UMAT BERAGAMA, HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI
MASYARAKAT BERADAB, PERAN UMAT BERAGAMA, HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI
Kegiatan Belajar 1:
Masyarakat Beradab dan Sejahtera
Rangkuman
Masyarakat adalah sejumlah individu yang hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu, bergaul dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan kesadaran pada diri setiap anggotanya sebagai suatu kesatuan. Asal usul pembentukan masyarakat bermula dari fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain. Dari fitrah ini kemudian mereka berinteraksi satu sama lain dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan hubungan sosial yang pada gilirannya menumbuhkan kesadaran akan kesatuan. Untuk menjaga ketertiban daripada hubungan sosial itu, maka dibuatlah sebuah peraturan.
Rangkuman
Masyarakat adalah sejumlah individu yang hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu, bergaul dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan kesadaran pada diri setiap anggotanya sebagai suatu kesatuan. Asal usul pembentukan masyarakat bermula dari fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain. Dari fitrah ini kemudian mereka berinteraksi satu sama lain dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan hubungan sosial yang pada gilirannya menumbuhkan kesadaran akan kesatuan. Untuk menjaga ketertiban daripada hubungan sosial itu, maka dibuatlah sebuah peraturan.
Dalam perkembangan
berikutnya,seiring dengan berjumlahnya individu yang menjadi anggota tersebut
dan perkembangan kebudayaan, masyarakat berkembang menjadi sesuatu yang
kompleks. Maka muncullah lembaga sosial, kelompok sosial, kaidah-kaidah sosial
sebagai struktur masyarakat dan proses sosial dan perubahan sosial sebagai
dinamika masyarakat. Atas dasar itu, para ahli sosiologi menjelaskan masyarakat
dari dua sudut: struktur dan dinamika.
Masyarakat beradab dan
sejahtera dapat dikonseptualisasikan sebagai civil society atau masyarakat
madani. Meskipun memeliki makna dan sejarah sendiri, tetapi keduanya, civil
society dan masyarakat madani merujuk pada semangat yang sama sebagai sebuah
masyarakat yang adil, terbuka, demokratis, sejahtera, dengan kesadaran
ketuhanan yang tinggi yang diimplementasikan dalam kehidupan sosial.
Prinsip masyarakat
beradab dan sejahtera (masyarakat madani) adalah keadilan sosial,
egalitarianisme, pluralisme, supremasi hukum, dan pengawasan sosial. Keadilan
sosial adalah tindakan adil terhadap setiap orang dan membebaskan segala
penindasan. Egalitarianisme adalah kesamaan tanpa diskriminasi baik etnis,
agama, suku, dll. Pluralisme adalah sikap menghormati kemajemukan dengan
menerimanya secara tulus sebagai sebuah anugerah dan kebajikan. Supremasi hukum
adalah menempatkan hukum di atas segalanya dan menetapkannya tanpa memandang
“atas” dan “bawah”.
Kegiatan Belajar 2: Peran
Umat Beragama dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera
Rangkuman
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural di mana bangsa ini terdiri dari pelbagai macam suku, bahasa, etnis, agama, dll. meskipun plural, bangsa ini terikat oleh kesatuan kebangsaan akibat pengalaman yang sama: penjajahan yang pahit dan getir. Kesatuan kebangsaan itu dideklarasikan melalui Sumpah Pemuda 1928 yang menyatakan ikrar: satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia. Kesatuan kebangsaan momentum historisnya ada pada Pancasila ketika ia dijadikan sebagai falsafah dan ideologi negara. Jika dibandingkan, ia sama kedudukannya dengan Piagam Madinah. Keduanya, Pancasila dan Piagam Madinah merupakan platform bersama semua kelompok yang ada untuk mewujudkan cita-cita bersama, yakni masyarakat madani.
Rangkuman
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural di mana bangsa ini terdiri dari pelbagai macam suku, bahasa, etnis, agama, dll. meskipun plural, bangsa ini terikat oleh kesatuan kebangsaan akibat pengalaman yang sama: penjajahan yang pahit dan getir. Kesatuan kebangsaan itu dideklarasikan melalui Sumpah Pemuda 1928 yang menyatakan ikrar: satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia. Kesatuan kebangsaan momentum historisnya ada pada Pancasila ketika ia dijadikan sebagai falsafah dan ideologi negara. Jika dibandingkan, ia sama kedudukannya dengan Piagam Madinah. Keduanya, Pancasila dan Piagam Madinah merupakan platform bersama semua kelompok yang ada untuk mewujudkan cita-cita bersama, yakni masyarakat madani.
Salah satu pluralitas
bangsa Indonesia adalah agama. Karena itu peran umat beragama dalam mewujudkan
masyarakat madani sangat penting. Peran itu dapat dilakukan, antara lain,
melalui dialog untuk mengikis kecurigaan dan menumbuhkan saling pengertian,
melakukan studi-studi agama, menumbuhkan kesadaran pluralisme, dan menumbuhkan
kesadaran untuk bersama-sama mewujudkan masyarakat madani.
Kegiatan Belajar 3: Hak
Asasi Manusia dan Demokrasi
Rangkuman
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu baik yang bersifat materi maupun immateri. Secara historis, pandangan terhadap kemanusiaan di Barat bermula dari para pemikir Yunani Kuno yang menggagas humanisme. Pandangan humanisme, kemudian dipertegas kembali pada zaman Renaissance. Dari situ kemudian muncul pelbagai kesepakatan nasional maupun internasional mengenai penghormatan hak-hak asasi manusia. Puncaknya adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Declaration of Human Right, disusul oleh ketentuan-ketentuan lain untuk melengkapi naskah tersebut. Secara garis besar, hak asasi manusia berisi hak-hak dasar manusia yang harus dilindungi yang meliputi hak hidup, hak kebebasan, hak persamaan, hak mendapatkan keadilan, dll.
Rangkuman
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu baik yang bersifat materi maupun immateri. Secara historis, pandangan terhadap kemanusiaan di Barat bermula dari para pemikir Yunani Kuno yang menggagas humanisme. Pandangan humanisme, kemudian dipertegas kembali pada zaman Renaissance. Dari situ kemudian muncul pelbagai kesepakatan nasional maupun internasional mengenai penghormatan hak-hak asasi manusia. Puncaknya adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Declaration of Human Right, disusul oleh ketentuan-ketentuan lain untuk melengkapi naskah tersebut. Secara garis besar, hak asasi manusia berisi hak-hak dasar manusia yang harus dilindungi yang meliputi hak hidup, hak kebebasan, hak persamaan, hak mendapatkan keadilan, dll.
Jauh sebelum Barat
mengonseptualisasikan hak asasi manusia, terutama, sejak masa Renaissance,
Islam yang dibawa oleh Rasulullah telah mendasarkan hak asasi manusia dalam
kitab sucinya. Beberapa ayat suci al-Qur’an banyak mengonfirmasi mengenai
hak-hak tersebut: hak kebebasan, hak mendapat keadilan, hak kebebasan, hak
mendapatkan keamanan, dll. Puncak komitmen terhadap hak asasi manusia
dinyatakan dalam peristiwa haji Wada di mana Rasulullah berpesan mengenai hak
hidup, hak perlindungan harta, dan hak kehormatan.
Sama halnya dengan hak
asasi manusia, demokrasi yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat, secara historis telah ada sejak zaman Yunani Kuno sebagai respons
terhadap pemerintahan otoriter yang tidak menutup partisipasi rakyat dalam
setiap keputusan-keputusan publik. Melalui sejarah yang panjang, sekarang
demokrasi dipandang sebagai sistem pemerintahan terbaik yang harus dianut oleh
semua negara untuk kebaikan rakyat yang direalisasikan melalui hak asasi
manusia. Hak asasi manusia hanya bisa diwujudkan dalam suatu sistem yang
demokrasi di mana semua warga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam
penyelenggaraan berbangsa dan bernegara.
Sama halnya dengan hak
asasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan, persamaan, dll.
terdapat juga dalam Islam. Beberapa ayat al-Qur’an mengonfirmasi
prinsip-prinsip tersebut. Selain itu juga, praktik Rasulullah dalam memimpin
Madinah menunjukkan sikapnya yang demokratis. Faktanya adalah kesepakatan
Piagam Madinah yang lahir dari ruang kebebasan dan persamaan serta penghormatan
hak-hak asasi manusia.
Daftar Pustaka
- Abuddin
Nata (ed,). (2002). Problematika Politik Islam di Indonesia. Jakarta:
Grasindo.
- Bakhtiar
Efendy. (1998). Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik
Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina.
- Boisard,
Marcel A. (1980). Humanisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
- David
Berry. (1981). Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: Rajawali.
- Maurice
Duverger. (1982). Sosiologi Politik, Alih Bahasa Daniel Dakidae. Jakarta:
Rajawali.
- Muhammad
Amin al-Misri. (1987). Pedoman Pendidikan Masyarakat Islam Modern. Alih
Bahasa Bahrum Bunyamin. Bandung: Husaini.
- Murthadla
Mutahhari. (1995). Masyarakat dan Sejarah: Kritik Islam atas Marxisme dan
Teori Lainnya. Bandung: Mizan.
- Nurcholish
Madjid. (1999). Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat. Jakarta: Paramadina.
- Nurcholish
Madjid. (1999). Cita-cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta:
Paramadina.
- Selo
Sumardjan dan Soelaeman Soemardi. (1964). Setangkai Bunga Sosiologi.
Jakarta: Universitas Indonesia, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Jakarta.
- Soleman
B. Taneko. (1993). Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi
Pembangunan. Cetakan ke-2. Jakarta: Raja Grafindo.
- Sufyanto.
(2001). Masyarakat Tamaddun Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani
Nurcholish Madjid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Endang
Saefudin Anshari. (1976). The Jakarta Charter of June 1945: A History of
The Gentlemen Agreement between the Islamic and the Secular Nationalist in
Modern Indonesia.” Tesis MA, Mc Gill University.
- Mukti
Ali. (1974). Dialog Antar Agama. Yogyakarta: Yayasan Nida.
- Faisal
Ismail. (2002). Pijar-pijar Islam Pergumulan Kultur dan Struktur.
Yogyakarta: LESFI Yogya.
- ___.
(1992). Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: Paramadina.
- Shalahudin
Hamid. (2000). Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam. Jakarta: Amissco.
- Abul
Ala al-Maududi. (1985). Hak Asasi Manusia dalam Islam. Bandung: Pustaka.
- Ahmed
S. Akbar. (1997). Membedah Islam. Bandung: Pustaka.
- Muhammad
Tahir Azhary. (1992). Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya
Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Madinah dan
Masa Kini. Jakarta: Bulan Bintang.
- Muhammad
Imarah. (1998). Perang Terminologi Islam versus Barat. Alih bahasa
Mushtalah Maufur. Jakarta: Rabbani Press.
- Masykuri
Abdillah. (1999). Demokrasi di Persimpangan Makna Respons Intelektual
Muslim Indonesia terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993). Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya.
- Ahmad
Syafii Maarif. (1987). Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang
Percaturan dalam Konstitusi. Jakarta: LP3ES.
MODUL
4
HUKUM
HUKUM
Kegiatan Belajar 1:
Menumbuhkan Kesadaran untuk Taat terhadap Hukum Allah SWT
Rangkuman
Para ulama mendefinisikan hukum syari’at/hukum Islam adalah seperangkat aturan yang berasal dari pembuat syari’at (Allah SWT) yang berhubungan dengan perbuatan manusia, yang menuntut agar dilakukan suatu perintah atau ditinggalkan suatu larangan atau yang memberikan pilihan antara mengerjakan atau meninggalkan.
Rangkuman
Para ulama mendefinisikan hukum syari’at/hukum Islam adalah seperangkat aturan yang berasal dari pembuat syari’at (Allah SWT) yang berhubungan dengan perbuatan manusia, yang menuntut agar dilakukan suatu perintah atau ditinggalkan suatu larangan atau yang memberikan pilihan antara mengerjakan atau meninggalkan.
Secara garis besar
hukum Islam terbagi menjadi lima macam: Pertama, Wajib; yaitu suatu perbuatan
apabila dikerjakan oleh seseorang, maka orang yang mengerjakannya akan mendapat
pahala dan apabila perbuatan itu ditinggalkan maka akan mendapat siksa. Kedua,
Sunnah (mandub), yaitu perbuatan apabila dikerjakan maka orang yang mengerjakan
akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan maka orang yang meninggalkan
tersebut tidak mendapat siksa.
Hukum yang ketiga
adalah haram, yaitu segala perbuatan yang apabila perbuatan itu ditinggalkan
akan mendapat pahala sementara apabila dikerjakan maka orang tersebut akan
mendapat siksa. Yang keempat adalah makruh, yaitu satu perbuatan disebut makruh
apabila perbuatan tersebut ditinggalkan maka orang yang meninggalkan mendapat
pahala dan apabila dikerjakan maka orang tersebut tidak mendapat siksa. Yang
kelima adalah mubah yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan orang yang
mengerjakan tidak mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
Sementara
prinsip-prinsip hukum dalam Islam oleh para ulama dijelaskan sebanyak tujuh
prinsip. Ketujuh prinsip tersebut adalah Prinsip Tauhid, Prinsip Keadilan,
Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar, Prinsip al-Hurriyah (Kebebasan dan
Kemerdekaan), Prinsip Musawah (Persamaan/Egaliter), Prinsip ta’awun
(Tolong-menolong), Prinsip Tasamuh (Toleransi).
Kegiatan Belajar 2:
Fungsi Profetik Agama (Kerasulan Nabi Muhammad SAW) dalam Hukum Islam
Rangkuman
Petunjuk Allah SWT dalam al-Qur’an hanya dapat dilaksanakan dengan syarat mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Inilah yang kemudian disebut dengan sunnah Nabi SAW atau hadits. Secara sederhana diartikan dengan segala perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi SAW.
Rangkuman
Petunjuk Allah SWT dalam al-Qur’an hanya dapat dilaksanakan dengan syarat mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Inilah yang kemudian disebut dengan sunnah Nabi SAW atau hadits. Secara sederhana diartikan dengan segala perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi SAW.
Urgensi sunnah Nabi
SAW dalam hukum Islam ditegaskan dengan beberapa argumen, di antaranya adalah:
- Iman.
Salah satu konsekuensi beriman kepada Allah SWT adalah menerima segala
sesuatu yang bersumber dari para utusan-Nya (khususnya Nabi Muhammad SAW).
- Al-Qur’an.
Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang menjelaskan kewajiban taat kepada
Rasulullah SAW.
- Di
antara argumen tentang posisi sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam
dijelaskan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW dalam beberapa haditsnya.
- Di
antara argumen tentang posisi sunnah sebagai sumber hukum Islam adalah
berdasarkan konsensus umat Islam.
- Al-Qur’an
yang bersisi petunjuk dari Allah secara umum masih bersifat global,
sehingga perlu ada penjelasan. Sekiranya tidak ada Hadits Nabi SAW maka
ajaran al-Qur’an tidak dapat dilaksanakan secara baik.
Posisi sunnah Nabi SAW terhadap al-Qur’an sangat penting di antaranya
adalah untuk menguatkan hukum yang terdapat dalam al-Qur’an, menjelaskan apa
yang masih global dalam al-Qur’an, bahkan menetapkan hukum secara mandiri yang
tidak terkait langsung dengan al-Qur’an.
Daftar Pustaka
- Abd
al-Bâqî, Muhammad Fu’âd. (t.th). Mu’jam li Alfâzh al-Qur’ân al-Karim.
(t.t): Dâr al-Sya’b.
- Abduh,
Muhammad. (t.th). Tafsîr Juz ‘Amma. (t.t): Dâr wa Mathâbi’.
- Ali,
Abdullah Yusuf. (1384/1978). The Holy Qur’an, Text, Translation, and
Comentary. Vol. I and II. Mecca: The Muslim World League.
- Al-Qur’ân
al-Karîm.
- Ashfahani,
Abû al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad al Raghib, al-. (1961/1381).
Al-Mufradât fî Gharib al-Qur’ân. Mishr: Mushthafâ al-Bab al-Halabi.
- Al-Tirmizi,
Abû ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surat. (1400/1980). Al-Jami’ al-Shahih.
Beirut: Dâr al-Fikr.
- Al-Wâhidi,
Abû al-Hasan bin Ahmad. (1386/1968). Asbab al-Nuzul. Mishr: Mushthafâ
al-Bab al-Halabi.
- Bukhâri,
Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’il bin Ibrâhim bin al-Mughîrat bin
Bardizbat al-. (t.th). Shahih al-Bukhâri. (t.t): Dâr wa Mathabi’ al-Sya’b.
- Ghazali,
Abû Hamid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th). Ihyâ’ Ulum al-Din.
Al-Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini.
- Hamka.
(1980). Tafsir al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.
- Ibn
Hanbal, Ahmad. (t.th). Musnad al-Imam bin Hanbal. Beirut: Al-Maktab
al-Islami.
- Ibn
Kasîr, Abu al-Fida’ Ismâ’îl. (t.th). Tafsîr al-Qur’ân al-’Azhim.
Singapura: Al-Haramain.
- Juhaya,
S Praja. (1995). Filsafat Hukum Islam. Bandung: Universitas Islam Bandung.
- Lajnah
Pentashih Mushaf al-Qur’an Departemen Agama RI. (2004). Al-Qur’ân dan
Terjemahnya. Jakarta.
- Mahalli,
Jalal-al-Din Muhammad bin Ahmad al-, dan Jalâl al-Din ‘Abd al-Rahman bin
Abî Bakr al-Suyuthi. (t.th). Tafsîr al-Qur’ân al-’Azhîm. Jakarta: Jaya
Murni.
- Marâghi,
Ahmad Musthafâ al-. (1974/1394). Tafsir al-Marâghi. (t.t): Dâr al-Fikr.
- Shihab,
H.M. Quraish. (1995). Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
- ___.
(1996). Wawasan al-Qur’ân. Bandung: Mizan.
- ___.
(1998). Tafsîr al-Qur’ân al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayat.
- ___.
(2004). Tafsir al-Mishbah vol. III. Jakarta: Lentera Hati.
MODUL
5
AGAMA SEBAGAI SUMBER MORAL DAN AKHLAK MULIA DALAM KEHIDUPAN
AGAMA SEBAGAI SUMBER MORAL DAN AKHLAK MULIA DALAM KEHIDUPAN
Kegiatan Belajar 1: Agama
sebagai Sumber Moral
Rangkuman
Agama dalam bahasa Indonesia, religion dalam bahasa Inggris, dan di dalam bahasa Arab merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan hubungan manusia dengan Sang Mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam lainnya yang sesuai dengan kepercayaan tersebut.
Rangkuman
Agama dalam bahasa Indonesia, religion dalam bahasa Inggris, dan di dalam bahasa Arab merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan hubungan manusia dengan Sang Mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam lainnya yang sesuai dengan kepercayaan tersebut.
Dalam studi agama,
para ahli agama mengklasifikasikan agama ke dalam pelbagai kategori. Menurut
al-Maqdoosi agama diklasifikasikan menjadi 3 kategori: 1) agama wahyu dan
non-wahyu, 2) agama misionaris dan non-misionaris, dan 3) agama lokal dan
universal.
Berdasarkan
klasifikasi manapun diyakini bahwa agama memiliki peranan yang signifikan bagi
kehidupan manusia karena di dalamnya terdapat seperangkat nilai yang menjadi
pedoman dan pegangan manusia. Salah satunya adalah dalam hal moral.
Moral adalah sesuatu
yang berkenaan dengan baik dan buruk. Tak jauh berbeda dengan moral hanya lebih
spesifik adalah budi pekerti. Akhlak adalah perilaku yang dilakukan tanpa
banyak pertimbangan tentang baik dan buruk. Adapun etika atau ilmu akhlak
kajian sistematis tentang baik dan buruk. Bisa juga dikatakan bahwa etika
adalah ilmu tentang moral. Hanya saja perbedaan antara etika dan ilmu akhlak
(etika Islam) bahwa yang pertama hanya mendasarkan pada akal, sedangkan yang
disebut terakhir mendasarkan pada wahyu, akal hanya membantu terutama dalam hal
perumusan.
Di tengah krisis moral
manusia modern (seperti dislokasi, disorientasi) akibat menjadikan akal sebagai
satu-satunya sumber moral, agama bisa berperan lebih aktif dalam menyelamatkan
manusia modern dari krisis tersebut. Agama dengan seperangkat moralnya yang
absolut bisa memberikan pedoman yang jelas dan tujuan yang luhur untuk
membimbing manusia ke arah kehidupan yang lebih baik.
Kegiatan Belajar 2:
Akhlak Mulia dalam Kehidupan
Rangkuman
Akhlak dalam praktiknya ada yang mulia disebut akhlak mahmudah dan ada akhlak yang tercela yang disebut akhlak madzmumah. Akhlak mulia adalah akhlak yang sesuai dengan ketentuan-ketentuanan yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya sedangkan akhlak tercela ialah yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah dan rasul-Nya. Kemudian dari pada itu, kedua kategori akhlak tersebut ada yang bersifat batin dan ada yang bersifat lahir. Akhlak batin melahirkan akhlak lahir.
Rangkuman
Akhlak dalam praktiknya ada yang mulia disebut akhlak mahmudah dan ada akhlak yang tercela yang disebut akhlak madzmumah. Akhlak mulia adalah akhlak yang sesuai dengan ketentuan-ketentuanan yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya sedangkan akhlak tercela ialah yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah dan rasul-Nya. Kemudian dari pada itu, kedua kategori akhlak tersebut ada yang bersifat batin dan ada yang bersifat lahir. Akhlak batin melahirkan akhlak lahir.
Menurut al-Ghazali
sendi akhlak mulia ada empat: hikmah, amarah, nafsu, keseimbangan di antara
ketiganya. Keempat sendi tersebut melahirkan akhlak-akhlak berupa: jujur, suka
memberi kepada sesama, tawadlu, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang
terhadap sesama, menghormati orang lain, qana’ah, sabar, malu, pemurah, berani
membela kebenaran, menjaga diri dari hal-hal yang haram. Sedangkan empat sendi
akhlak batin yang tercela adalah keji, bodoh, rakus, dan aniaya. Empat sendi
akhlak tercela ini melahirkan sifat-sifat berupa: pemarah, boros, peminta,
pesimis, statis, putus asa.
Akhlak mulia dalam
kehidupan sehari diwujudkan baik dalam hubungannya dengan Allah – akhlak
terhadap Allah, antara lain: tauhid, syukur, tawakal, mahabbah; hubungannya
dengan diri sendiri – akhlak terhadap diri sendiri, antara lain: kreatif dan
dinamis, sabar, iffah, jujur, tawadlu; dengan orang tua atau keluarga – akhlak
terhadap orang tua, antara lain: berbakti, mendoakannya, dll.; hubungannya
dengan sesama – akhlak terhadap sesama atau masyarakat, antara lain: ukhuwah,
dermawan, pemaaf, tasamuh; dan hubungannya dengan alam – akhlak terhadap alam,
antara lain: merenungkan, memanfaatkan.
Daftar Pustaka
- Abu
Bakar Muhammad. (Tanpa Tahun). Membangun Manusia Seutuhnya Menurut
Al-Qur’an. Surabaya: Al-Ikhlas.
- AH.
Hasanuddin. (Tanpa Tahun). Cakrawala Kuliah Agama. Surabaya: Al-Ikhlas.
- Ahmad
Amin. (1983). Al-Akhlak, Etika (Ilmu Akhlak). alih bahasa KH. Farid Maruf.
Jakarta: Bulan Bintang.
- Abu
A’la al-Maududi. (1971). Moralitas Islam. Jakarta: Publicita.
- Endang
Saefudin Anshari. (1980). Kuliah Al-Islam. Bandung: Pustaka salman ITB.
- ___.
(1980). Agama dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu.
- ___.
(1980). Agama, Filsafat dan Kepercayaan. Surabaya: Bina Ilmu.
- Fazlur
Rahman. (1979). Islam. Chicago: The University of Chicahgo Press.
- ___.
(1980). Major Themes of The Qur’an. Chicago: Bibliotheca Islamica.
- ___.
(1984). Islam and Modernty:Tranformation of an Intellectual Tradition.
Chicago: The University of Chicahgo Press.
- Franz
Magnis Suseno. (1996). Etika Sosial. Jakarta: Gramedia.
- Faisal
Ismail. (2002). Pijar-pijar Islam Pergumulan Kultur dan Struktur.
Yogyakarta: LESFI Yogya.
- Hamzah
Yaqub. (1983). Etika Islam. Bandung: Diponegoro.
- Imam Al-Ghazali.
(1971). Ihya Ulmuddin. Juz VIII. Medan: Pustaka Indonesia.
- ___.
(1994). Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Voeve
MODUL
6
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN SENI
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN SENI
Kegiatan Belajar 1: Iman,
Ipteks, dan Amal sebagai Kesatuan
Rangkuman
Iman menurut arti bahasa adalah membenarkan dalam hati dengan mengandung ilmu bagi orang yang membenarkan itu. Sedangkan pengertian iman menurut syari’at adalah membenarkan dan mengetahui adanya Allah dan sifat-sifat-Nya disertai melaksanakan segala yang diwajibkan dan disunahkan serta menjauhi segala larangan.
Rangkuman
Iman menurut arti bahasa adalah membenarkan dalam hati dengan mengandung ilmu bagi orang yang membenarkan itu. Sedangkan pengertian iman menurut syari’at adalah membenarkan dan mengetahui adanya Allah dan sifat-sifat-Nya disertai melaksanakan segala yang diwajibkan dan disunahkan serta menjauhi segala larangan.
Para sarjana muslim
berpandangan bahwa yang disebut ilmu itu tidak hanya terbatas pada pengetahuan
(knowledge) dan ilmu (science) saja, melainkan ilmu oleh Allah dirumuskan dalam
lauhil mahfudz yang disampaikan kepada kita melalui Alquran dan As-Sunnah. Ilmu
Allah itu melingkupi ilmu manusia tentang alam semesta dan manusia sendiri.
Jadi bila diikuti jalan pikiran ini, maka dapatlah kita pahami, bahwa Alquran
itu merupakan sumber pengetahuan dan ilmu pengetahuan manusia (knowledge and
science).
Seandainya penggunaan
satu hasil teknologi telah melalaikan seseorang dari zikir dan tafakur serta
mengantarkannya kepada keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan maka ketika itu bukan
hasil teknologinya yang mesti ditolak, melainkan kita harus memperingatkan dan
mengarahkan manusia yang menggunakan teknologi itu. Jika hasil teknologi sejak
semula diduga dapat mengalihkan manusia dari jati diri dan tujuan penciptaan
sejak dini pula kehadirannya ditolak oleh islam. Karena itu menjadi suatu
persoalan besar bagi martabat manusia mengenai cara memadukan kemampuan mekanik
demi penciptaan teknologi dengan pemeliharaan nilai-nilai fitrahnya.
Kesenian islam tidak
harus berbicara tentang islam. Ia tidak harus berupa nasihat langsung, atau
anjuran berbuat kebajikan,bukan juga penampilan abstrak tentang akidah. Seni
yang islami adalah seni yang dapat menggambarkan wujud ini dengan bahasa yang
indah serta sesuai dengan cetusan fitrah. Seni islam adalah ekspresi tentang
keindahan wujud dari sisi pandangan islam tentang alam, hidup, dan manusia yang
mengantar menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan (Manhaj
Al-Tarbiyah Al-islamiyah, 119).
Ada 4 hal pandangan
islam dalam etos kerja yaitu: Niat (komitmen) sebagai dasar nilai kerja, Konsep
ihsan dalam bekerja, Bekerja sebagai bentuk keberadaan manusia, dan Orang
mukmin yang kuat lebih disukai.
Kegiatan Belajar 2:
Kewajiban Menuntut dan Mengamalkan Ilmu
Rangkuman
Pengertian yang kita petik dari ayat ini bahwasanya menuntut ilmu pengetahuan adalah suatu perintah (amar) sehingga dapat dikatakan suatu kewajiban. Harus kita sadari bahwa agama adalah merupakan pedoman bagi kebahagiaan dunia akhirat, sehingga ilmu yang tersimpul dalam agama tidak semata ilmu yang menjurus kepada urusan ukhrawi, tetapi juga ilmu yang mengarah kepada duniawi.
Rangkuman
Pengertian yang kita petik dari ayat ini bahwasanya menuntut ilmu pengetahuan adalah suatu perintah (amar) sehingga dapat dikatakan suatu kewajiban. Harus kita sadari bahwa agama adalah merupakan pedoman bagi kebahagiaan dunia akhirat, sehingga ilmu yang tersimpul dalam agama tidak semata ilmu yang menjurus kepada urusan ukhrawi, tetapi juga ilmu yang mengarah kepada duniawi.
Manusia dituntut untuk
menuntut ilmu, dan hukumnya wajib. Jika tidak menuntut ilmu berdosa. Selain
hukum tersebut menuntut ilmu bermanfaat untuk mencapai kecerdasan atau disebut
ulama (orang yang memiliki ilmu). Namun di balik itu, orang yang memiliki ilmu
(ilmuwan) akan berdosa jika ilmunya tidak diamalkan. Dalam Alquran terdapat 620
kata amal.
Dalam kaitannya dengan
orang yang beriman harus didasarkan pada pengetahuan (al-ilm) dan direalisasikan
dalam karya nyata yang bermanfaat bagi kesejahteraan dunia dan akhirat,
tentunya amal yang dibenarkan oleh ajaran agama (amal saleh).
Kegiatan Belajar 3:
Tanggung Jawab Ilmuwan dan Seniman
Rangkuman
Tanggung jawab adalah sebagai perbuatan (hal dan sebagainya) bertanggung jawab atau sesuatu yang dipertanggungjawabkan. Istilah tanggung jawab dalam bahasa Inggris disebut responsibility atau dikenal dengan istilah populer accountability, dalam bahasa agama disebut hisab (perhitungan).
Rangkuman
Tanggung jawab adalah sebagai perbuatan (hal dan sebagainya) bertanggung jawab atau sesuatu yang dipertanggungjawabkan. Istilah tanggung jawab dalam bahasa Inggris disebut responsibility atau dikenal dengan istilah populer accountability, dalam bahasa agama disebut hisab (perhitungan).
Penjelasan Alqur-an yang
berkaitan dengan tuntutan tanggung jawab yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan
bahwa semua anggota badan yang meliputi indra pendengaran, penglihatan dan hati
harus dipertanggungjawabkan. Seni adalah keindahan yang merupakan ekspresi ruh
dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari
sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah,
apa pun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia atau
fitrah yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Tanggung jawab ilmuwan
dan seniman meliputi: (1) nilai ibadah, (2) berdasarkan kebenaran ilmiah, (3)
ilmu amaliah, dan (4) menyebar-luaskan ilmunya.
Daftar Pustaka
- Alquran
dan Terjemahannya. (1986). Jakarta: Depag RI.
- ___.
(1999). Agama, Etos Kerja, dan Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia.
Bapindo, DKI Jakarta.
- Chatibul
Umam, (Ed.). (1988). Tipologi Manusia Pembangunan dalam Alquran. Jakarta:
PTIQ.
- E.
Hasan Saleh. (2000). Studi Islam di Perguruan Tinggi: Pembinaan IMTAQ dan
Pengembangan Wawasan. Cetakan Kedua. Jakarta : ISTN.
- Endang
Saifuddin Anshari. (1983). Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran tentang
Islam dan Umatnya. Bandung: Pustaka.
- Fachrudin
HS. (1992). Ensiklopedi Alquran, 2 jilid. Jakarta: Renika Cipta.
- Harun
Yahya. (2001). Bagaimana Muslim Berpikir? Jakarta: Rabbani Pres.
- Harry
Hamersma. (1990). Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern. Cetakan Keempat.
Jakarta: Gramedia.
- Maurice
Bucaille. (1986). Asal-Usul Manusia Menurut Bibel, Alquran, dan Sains.
Cetakan Pertama. Bandung: Mizan.
- Majid
Ali Khan. (1987). Asal-Usul dan Evolusi Kehidupan: Pandangan Alquran.
Cetakan Pertama. Yogyakarta: PLP2M.
- M.
Quraish Shihab. (1999). Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan & Malaikat
dalam Alquran dan Sunah. Jakarta: Lentera Hati.
- ___.
(1992). Membumikan Alquran. Cetakan Pertama. Bandung: Mizan.
- Muhammad
Isa Daud. (1995). Dialog dengan Jin Muslim: Pengalaman Spiritual. Cetakan
Pertama. Bandung: Pustaka Hidayah.
- M. Ali
Usman, dkk. (1993). Hadits Qudsi: Firman Allah yang Tidak Dicantumkan
dalam Alquran. Cetakan Kesepuluh. Bandung: Diponegoro.
- Muchsin
Qara’ati. (1991). Tauhid: Pandangan Dunia Alam Semesta. Jakarta: Firdaus.
- Sindhunata.
(1982). Dilema Usaha Manusia Rasional. Jakarta: Gremedia.
- Syamsul
Rijal Hamid. (1997). Buku Pintar Agama Islam. Jakarta: Penebar Salam.
MODUL
7
BUDAYA AKADEMIK DAN BUDAYA KERJA (ETOS) DALAM ISLAM
BUDAYA AKADEMIK DAN BUDAYA KERJA (ETOS) DALAM ISLAM
Kegiatan Belajar 1:
Memahami Makna Budaya Akademik dalam Islam
Rangkuman
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam. Di antara poin-poin pentingnya adalah pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang berilmu, di antaranya adalah:
Rangkuman
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam. Di antara poin-poin pentingnya adalah pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang berilmu, di antaranya adalah:
- Wahyu
Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh ilmu
pengetahuan.
- Tugas
Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu
pengetahuan.
- Muslim
yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
- Orang
yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting
lain yang dijelaskan Al-quran adalah bahwa:
- Iman
seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian
juga dengan amal shalih.
- Tugas
kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan
ilmu.
- Karakter
seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu mengingat
Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya untuk
memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan
membuka diri terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang
terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.
Kegiatan Belajar 2: Etos
Kerja, Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam
Rangkuman
Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif juga dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi, sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Rangkuman
Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif juga dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi, sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Untuk dapat
meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih dahulu memahami tugasnya
sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah SWT di muka dan juga sebagai hamba
yang berkewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT. Beberapa petunjuk Al-quran
agar dapat meningkatkan etos kerja antara lain;
- Mengatur
waktu dengan sebaik-baiknya.
- Bekerja
harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos
kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah
SWT.
Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur; Seseorang tidak
mungkin akan dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang
tinggi kalau tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karena orang yang tidak
terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga tidak dapat bekerja sama
dengan yang lain. Apalagi kalau tidak jujur maka energinya akan tersita untuk
menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-quran dan Hadis memberi
apresiasi yang tinggi terhadap orang yang terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan
seseorang maka akan melahirkan sikap adil. Makna adil yang diperkenalkan
Al-quran bukan hanya dalam aspek hukum melainkan dalam spektrum yang luas. Dari
segi kepada siapa sikap adil itu harus ditujukan Al-quran memberi petunjuk
bahwa sikap adil di samping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk
juga kepada diri sendiri.
Daftar Pustaka
- Al-quran
al-Karim.
- 'Abd
al-Bagi, Muhammad Fu'ad. (t.th.) Mu’jam li Alfazh Al-quran al-Karim.
(t.t.): Dar al-Sya'b.
- Ashfahani,
Abu al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad at Raghib, al-. (1961/1381).
Al-Mufradat fi Gharib Al-quran. Mishr: Mushthafa al-Bab al-Halabi.
- Bint
Syathi', 'Aisyah 'Abd al-Rahman. (1978). Al-quran wa qadhaya al-Insan.
Beirut: Din al'Ilm li al-Malayin.
- Bukhari,
Abu `Abdullab Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mughirat bin
Bardizbat al. (t.th.) Shahih al-Bukhari. (t.t): Dar wa Mathabi' al-Sya'b.
- Ghazali,
Abu Humid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th.). Ihya' 'Ulum al-Din.
Al-Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini.
- Hamka.
(1980). Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.
- Ibn
Hanbal, Ahmad. (t.th.). Musnad al-Imam bin Hanbal. Barut: AI-Maktab
al-Islami.
- Ibn
Kasir, Abu al-Fida' Isma’il. (t.th.) Tafsir Al-quran al-'Azhim. Singapura:
Al-Haramain.
- Ibis
Majah, Abu `Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini. (t.th.). Sunan Ibn
Majah. Bairut: Dar al-Fikr.
- Jazuli,
Ahzami Sami'un. (1418 H). Al-Hayat fi-Al-quran. Riyadh: Dar Thawiq li
al-Nasyr wa atTauzi'.
- Mahalli,
Jalal-al-Din Muhammad bin Ahmad al-, dan Jalal al-Din 'Abd al-Rahman bin
Abi Bakr al-Suyuthi. (t.th.). Tafsir Al-quran al-'Azhim. Jakarta: Jaya
Mumi.
- Maraghi,
Ahmad Musthafa al-. (1974/1394). Tafsir al-Maraghi. (t.t.): Dar al-Fikr.
- Munawwir,
Abmad Warson. (1984). Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta:
Pondok Pesantren al-Munawwir.
- Muslim,
Imam. (t.th.). Shahih Muslim. Al-Qahirat: Al-Masyad al-Husain.
- Nasution,
Harun. (1978). Filsafat dan Misticisme dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
- ___.
(1978). Islam: Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
- ___.
dan Azyumardi Azra. (ed.). (1985). Perkembangan Modern dalam Islam.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- Nawawi,
Al-Imam al-. (t.th.). Shahih Muslim bi al-Syarh al-Nawawi. Mishr:
A1-Mathba'at alMishriyat.
- Quthb,
Sayyid. (1386/1967). Fi Zhilal Al-quran. Bairut: Dar al-lhya' al-Turas
al-'Arabi.
- Raharjo,
M. Dawam. (1999). Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan
Sosial. Jakarta: LP3ES.
- Ridha,
Muhammad Rasyid. (1379/1960). Tafsir Al-quran al-Hakim (Tafsir al-Manar).
Mishr: Makatabat al-Qahirat.
- Salim,
Abd. Muin. (1994). Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-quran. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
- Shihab,
H.M. Quraish. (1995). Membumikan Al-quran. Bandung: Mizan.
- ___.
(1996). Wawasan Al-quran. Bandung: Mizan.
- ___.
(1998). Tafsir Al-quran al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayat.
- ___.
(2005). Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
- Sijistani,
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy'as al-Azadi al-. (t.th.). Sunan Abi Dawud.
Bairut: Dar-al-Fikr.
- Suyuthi,
'Abd al-Rahman bin Jalal al-Din al-. (1403/1983). Al-Durr al-Mansur fl
Tafsir al-Ma'sur. Bairut: Dar al-Fikr.
- (t.th.).
Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul. A1-Riyadh: Maktabat al-Riyadh.
- ___.
(1348/1930). Sunan al-Nasai. Bairut: Dar al-Fikr.
- Al-Tirmizi,
Abu 'Isa Muhammad bin `Isa bin Surat. (1400/1980). Al-Jami' al-Shahih. Bairut:
Dar alFikr.
- Al-Wahidi,
Abu al-Hasan bin Ahmad. (1386/1968). Asbab al-Nuzul. Mishr: Mushthafa
al-Bab alHalabi.
MODUL
8
POLITIK
POLITIK
Kegiatan Belajar 1:
Kontribusi Agama dalam Kehidupan Politik
Rangkuman
Kontribusi yang diberikan oleh agama khususnya Islam dalam kehidupan politik cukup banyak. Dalam modul ini khususnya pada bagian Kegiatan Belajar 1 seperti telah dijelaskan di atas mencoba memberi gambaran tentang hal tersebut hanya dari dua sisi saja, itu pun keduanya bersifat normatif. Yaitu tentang prinsip-prinsip kekuasaan politik yang diajarkan oleh Islam dan kriteria pemegang kekuasaan politik yang diajarkan oleh Islam.
Rangkuman
Kontribusi yang diberikan oleh agama khususnya Islam dalam kehidupan politik cukup banyak. Dalam modul ini khususnya pada bagian Kegiatan Belajar 1 seperti telah dijelaskan di atas mencoba memberi gambaran tentang hal tersebut hanya dari dua sisi saja, itu pun keduanya bersifat normatif. Yaitu tentang prinsip-prinsip kekuasaan politik yang diajarkan oleh Islam dan kriteria pemegang kekuasaan politik yang diajarkan oleh Islam.
Pada bagian pertama,
Islam secara lebih khusus Al-quran mengajarkan bahwa kehidupan politik harus
dilandasi dengan empat hal yang pokok yaitu:
- Sebagai
bagian untuk melaksanakan amanat.
- Sebagai
bagian untuk menegakkan hukum dengan adil.
- Tetap
dalam koridor taat kepada Allah, Rasu-Nya, dan ulil amri.
- Selalu
berusaha kembali kepada Al-quran dan Sunnah Nabi SAW.
Pada bagian yang kedua, Islam memberi kontribusi bagaimana seharusnya
memilih dan mengangkat seorang yang akan diberi amanah untuk memegang kekuasaan
politik. Yaitu orang tersebut haruslah:
- Seorang
yang benar dalam pikiran, ucapan, dan tindakannya serta jujur.
- Seorang
yang dapat dipercaya.
- Seorang
memiliki keterampilan dalam komunikasi.
- Seorang
yang cerdas.
- Yang
paling penting Anda seorang yang dapat menjadi teladan dalam kebaikan.
Kegiatan Belajar 2:
Peranan Agama dalam mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Rangkuman
Secara naluriah manusia tidak dapat hidup secara individual. Sifat sosial pada hakikatnya adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT agar manusia dapat menjalani hidupnya dengan baik. Dalam faktanya manusia memiliki banyak perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya, di samping tentunya sejumlah persamaan. Perbedaan tersebut kalau tidak dikelola dengan baik tentu akan menimbulkan konflik dan perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat. Dari kenyataan tersebut perlu dicari sebuah cara untuk dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan. Pendekatan terbaik untuk melakukan tersebut adalah melalui agama. Secara normatif agama Islam lebih khusus Al-quran banyak memberi tuntunan dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Beberapa prinsip yang diajarkan Al-quran untuk tujuan tersebut antara lain:
Rangkuman
Secara naluriah manusia tidak dapat hidup secara individual. Sifat sosial pada hakikatnya adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT agar manusia dapat menjalani hidupnya dengan baik. Dalam faktanya manusia memiliki banyak perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya, di samping tentunya sejumlah persamaan. Perbedaan tersebut kalau tidak dikelola dengan baik tentu akan menimbulkan konflik dan perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat. Dari kenyataan tersebut perlu dicari sebuah cara untuk dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan. Pendekatan terbaik untuk melakukan tersebut adalah melalui agama. Secara normatif agama Islam lebih khusus Al-quran banyak memberi tuntunan dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Beberapa prinsip yang diajarkan Al-quran untuk tujuan tersebut antara lain:
- Prinsip
persatuan dan persaudaraan.
- Prinsip
persamaan.
- Prinsip
kebebasan.
- Prinsip
tolong-menolong.
- Prinsip
perdamaian.
- Prinsip
musyawarah.
Daftar Pustaka
- Al-quran
al-Karim.
- 'Abd
al-Baqi, Muhammad Fu'ad. (t.th.). Mujam li Alfazh Al-qurann al-Karim.
(t.t): Dar al-Sya'b.
- Ashfahani,
Abu al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad al Raghib, al-. (1961/1381).
Al-Mufradat Gharib Al-quran. Mishr: Mushthafa al-Bab al-Halabi.
- Bint
Syathi', 'Aisyah `Abd al-Rahman. (1978). Al-quran wa gadhaya al-Insan.
Beirut: Daral'Ilm Ii al-Malayin.
- Bukhari,
Abu 'Abdullah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mugh?rat bin
Bardizbat al-. (t.th). Shahih al-Bukhari. (t.t): Dar wa Mathabi' al-Sya'b.
- Ghazali,
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th). Ihyd' `Ulum al-Din.
Al-Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini.
- Hamka.
(1980). Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.
- Ibn
Hanbal, Ahmad. (t.th.) Musnad al-Imam bin Hanbal. Bairut: A1-Maktab
al-Islami.
- Ibn
Kasir, Abu al-Fida' Isma'il. (t.th). Tafsir Al-quran al-'Azhim. Singapura:
AI-Haramain.
- Ibn
Majah, Abu `Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwaini. (t.th). Sunan Ibn
Majah. Bairut: Dar al-Fikr.
- Jazuli,
Ahzami Sami'un. (1418 H). Al-Hayat fi-Al-quran. Riyadh: Dar Thawiq Ii
al-Nasyr wa al-Tauzi',
- Mahalli,
Jalal-al-Din Muhammad bin Ahmad al-, dan Jalal al-Din 'Abd al-Rahman bin
Abi Bakr al-Suyuthi. (t.th). Tafsir Al-quran al-'Azhim. Jakarta: Jaya
Mumi.
- Maraghi,
Ahmad Musthafa al-. (1974/1394). Tafsir al-Maraghi. (t.t.): Dar al-Fikr.
- Munawwir,
Ahmad Warson. (1984). Al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta:
Pondok Pesantren al-Munawwir.
- Muslim,
Imam. (t.th). Shahih Muslim. Al-Qahirat: Al-Masyad al-Husaini.
- Nasution,
Harun. (1978). Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
- ___.
(1978). Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
- ___.
dan Azyumardi Azra. (ed.). (1985). Perkembangan Modern dalam Islam.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- Nawawi,
Al-Imam al-. (t.th.). Shahih Muslim bin al-Syarh al-Nawawi. Mishr:
Al-Mathba'at al-Mishriyat.
- Pulungan
J Suyuthi. (1994). Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah
ditinjau dari Pandangan Al-quran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Quthb,
Sayyid. (1386/1967). Fi Zhilal Al-quran. Bairut: Dar al-Ihya' al-Turas
al-'Arabi.
- Raharjo,
M. Dawam. (1999). Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan
Sosial. Jakarta: LP3ES.
- Ridha,
Muhammad Rasyid. (1379/1960). Tafsir Al-quran al-Hakim (Tafsir al-Manar).
Mishr: Makatabat al-Qahirat.
- Salim,
Abd. Muin. (1994) Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-quran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
- Shihab,
H.M. Quraish. (1995). Membumikan Al-quran. Bandung: Mizan.
- ___.
(1996). Wawasan Al-quran. Bandung: Mizan.
- ___.
(1998). Tafsir Al-quran al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayat.
- ___.
(2005). Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
- Sijistani,
Abu Dawud Sulaiinan bin al-Asy'as al-Azadi al-. (t.th.). Sunan Abi Dawud.
Bairut: Dar-al-Fikr.
- Suyuthi,
'Abd al-Rahman bin Jalal al-Din al-. (1403/1983). Al-Durr al-Mansur Ji Tafsir
al-Ma'sur. Bairut: Dar al-Filer.
- ___.
(t.th.). Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul. Al-Riyadh: Maktabat al-Riyadh.
- ___.
(1348/1930). Sunan al-Nasai. Bairut: Dar al-Fikr.
- Wahidi,
Abu al-Hasan bin Ahmad al-. (1386/1968). Asbab al-Nuzul. Mishr: Mushthafa
al-Bab al-Halabi.
MODUL
9
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Kegiatan Belajar 1: Agama
adalah Rahmat dari Allah SWT bagi Seluruh Hamba-Nya
Rangkuman
Allah SWT telah menganugrahkan kepada setiap manusia fitrah bertuhan. Kualitas fitrah tersebut di antara manusia tidak ada perbedaan. Yang membedakan nantinya adalah aktualisasinya dalam sikap hidup. Dari sini kita dapat memahami manusia apapun kepercayaannya pasti mempunyai pandangan yang sama tentang satu nilai yang universal misalnya tentang kasih sayang, kejujuran dan lain-lain. Itulah salah satu bukti bahwa manusia memiliki hati nurani sebagai fitrah anugerah Tuhan
Rangkuman
Allah SWT telah menganugrahkan kepada setiap manusia fitrah bertuhan. Kualitas fitrah tersebut di antara manusia tidak ada perbedaan. Yang membedakan nantinya adalah aktualisasinya dalam sikap hidup. Dari sini kita dapat memahami manusia apapun kepercayaannya pasti mempunyai pandangan yang sama tentang satu nilai yang universal misalnya tentang kasih sayang, kejujuran dan lain-lain. Itulah salah satu bukti bahwa manusia memiliki hati nurani sebagai fitrah anugerah Tuhan
Sungguh sesuatu yang
logis kalau Allah kemudian memberi petunjuk kepada manusia berupa agama yang
diturunkan melalui para rasul dengan perantaraan wahyu. Karena fitrah beragama
tersebut masih berupa potensi maka wajar kalau ajaran agama yang diturunkan
Allah tersebut berisi petunjuk bagaimana cara mengaktualkan fitrah tersebut ke
dalam perbuatan nyata. Agama tersebut pastilah yang juga bersumber dari Allah
SWT. Manusia tidak diberi wewenang untuk menetapkan agama apa yang baik untuk
berhubungan dengan Allah SWT yang berhak menetapkan adalah Allah SWT sebagai
pemberi fitrah.
Namun demikian manusia
diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya. Setelah petunjuk agama
disampaikan para rasul apakah manusia akan mengikuti atau menolaknya sepenuhnya
manusia diberi pilihan. Pilihan yang diambil itulah yang akan dijadikan
pertimbangan Allah SWT untuk memberi balasan di akhirat. Kalau pilihannya sesuai
dengan petunjuk Allah maka hidupnya akan bahagia dunia akhirat, namun apabila
sebaliknya hasilnya adalah kehinaan hidup di dunia dan akhirat.
Kegiatan Belajar 2:
Kerukunan Antar Umat Beragama
Rangkuman
Bentuk persaudaraan yang dianjurkan oleh Al-quran tidak hanya persaudaraan satu aqidah namun juga dengan warga masyarakat lain yang berbeda aqidah. Terhadap saudara kita yang sesama aqidah, Al-quran bahkan jelas menggaris bawahi akan urgensinya. Beberapa petunjuk menyangkut persaudaraan dengan sesama muslim dijelaskan secara rinci.
Rangkuman
Bentuk persaudaraan yang dianjurkan oleh Al-quran tidak hanya persaudaraan satu aqidah namun juga dengan warga masyarakat lain yang berbeda aqidah. Terhadap saudara kita yang sesama aqidah, Al-quran bahkan jelas menggaris bawahi akan urgensinya. Beberapa petunjuk menyangkut persaudaraan dengan sesama muslim dijelaskan secara rinci.
Di antara perincian
tentang petunjuk tersebut adalah bahwa penegasan bahwa sesama orang yang
beriman mereka bersaudara. Di antara mereka tidak boleh saling mengolok, karena
boleh jadi yang diolok-olok sebenarnya lebih baik. Di antara mereka juga tidak
boleh saling menggunjing, karena perbuatan tersebut merupakan dosa. Dan antar
sesama muslim harus saling menolong untuk melaksanakan kebaikan dan ketakwaan,
juga saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
Terhadap warga masyarakat
yang non-muslim, persaudaraan harus juga dibina. Persaudaraan dan kerja sama
tersebut tentu saja bukan dalam hal aqidah, karena kalau dalam bidang aqidah
sudah jelas berbeda maka tidak mungkin ada titik temu. Toleransi tersebut
sebatas menyangkut hubungan antar sesama dan hal-hal yang berkaitan dengan
kemanusiaan. Maka dalam menjalin toleransi tersebut ada etika yang harus
dipatuhi yaitu tidak boleh menghina keyakinan agama lain serta tidak boleh
mencampur adukkan aqidah masing-masing.
Daftar Pustaka
- Al-quran
Al-Karîm.
- ‘Abd
al-Bâqî, Muhammad Fu’âd. (t.th). Mu’jam li Alfâzh Al-quran al-Karim.(t.t):
Dâr al-Sya’b.
- Ashfahani,
Abû al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad al Raghib, al. (1961/1381).
Al-Mufradât fî Gharib Al-qurân. Mishr: Mushthafâ al-Bab al-Halabi.
- Bint
Syâthi’, ‘Aisyah ‘Abd al-Rahman. (1978). Al-quran wa qadhaya al-Insan .
Beirut: Dâr al’Ilm li al-Malayin.
- Bukhâri,
Abû ‘Abdullâh Muhammad bin Ismâ’il bin Ibrâhim bin al-Mughîrat bin
Bardizbat al-. (t.th). Shahih al-Bukhâri. (t.t): Dâr wa Mathabi’ al-Sya’b.
- Ghazali,
Abû Hamid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th). Ihyâ’ ‘Ulum al-Din.
Al-Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini.
- Hamka.
(1980). Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.
- Ibn
Hanbal, Ahmad. (t.th.). Musnad al-Imam bin Hanbal. Beirut: Al-Maktab
al-Islami.
- Ibn
Kasîr, Abu al-Fida’ Ismâ’îl. (t.th.). Tafsîr Al-quran Al-’Azhim.
Singapura: Al-Haramain.
- Ibn
Majah, Abû ‘Abdillâh Muhammad bin Yazid al-Qazwaini. (t.th.). Sunan Ibn
Majah. Bairut: Dâr al-Fikr.
- Jazuli,
Ahzami Sami’un. (1418 H). Al-Hayat fi-Al-quran. Riyadh: Dâr Thawîq li
al-Nasyr wa al-Tauzî.
- Mahalli,
Jalal-al-Din Muhammad bin Ahmad al-, dan Jalâl al-Din ‘Abd al-Rahman bin
Abî Bakr al-Suyuthi. (t.th.). Tafsîr Al-Quran Al-’Azhîm. Jakarta: Jaya
Murni.
- Marâghi,
Ahmad Musthafâ al-. (1974/1394). Tafsir al-Marâghi. (t.t.): Dâr al-Fikr.
- Munawwir,
Ahmad Warson. (1984). Al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta:
Pondok Pesantren al-Munawwir.
- Muslim,
Imam. (t.th). Shahih Muslim. Al-Qahirat: Al-Masyad al-Husaini.
- Nasution,
Harun. (1978). Filsafat dan Misticisme dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
- ___.
(1978). Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
- ___.
dan Azyumardi Azra. (ed.). (1985). Perkembangan Modern dalam Islam.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- Nawawi,
Al-Imam al-. (t.th.). Shahîh Muslim bi al-Syarh al-Nawawi. Mishr:
Al-Mathba’at al-Mishriyat.
- Quthb,
Sayyid. (1386/1967). Fî Zhilal Al-qurân. Beirut: Dâr al-Ihya’ al-Turas
al-’Arabi.
- Raharjo,
M. Dawam. (1999). Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan
Sosial. Jakarta: LP3ES.
- Ridha,
Muhammad Rasyid. (1379/1960). Tafsîr Al-qurân al-Hakim (Tafsir al-Manar).
Mishr: Makatabat al-Qahirat.
- Salim,
Abd. Muin. (1994). Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-quran. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
- Shihab,
H.M. Quraish. (1995). Membumikan Al-quran. Bandung: Mizan.
- ___.
(1996). Wawasan Al-qurân. Bandung: Mizan.
- ___.
(1998). Tafsîr Al-qurân al-Karim. Bandung: Pustaka Hidayat.
- ___.
(2005). Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
- Sijistani,
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as al-Azadi al-. (t.th.). Sunan Abi Dawud.
Bairut: Dar-al-Fikr.
- Suyuthi,
‘Abd al-Rahmân bin Jalal al-Dîn al-. (1403/1983). Al-Durr al-Mansûr fî
Tafsîr al-Ma’sur. Bairut: Dâr al-Fikr.
- ___.
(t.th.). Lubâb al-Nuqûl fî Asbâb al-Nuzûl. Al-Riyadh: Maktabat al-Riyadh.
- ___.
(1348/1930). Sunan al-Nasâi. Bairut: Dâr al-Fikr.
- Al-Tirmizi,
Abû ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surat. (1400/1980). Al-Jami’ al-Shahih.
Beirut: Dâr al-Fikr.
- Al-Wâhidi,
Abû al-Hasan bin Ahmad. (1386/1968). Asbab al-Nuzul. Mishr: Mushthafâ
al-Bab al-Halabi.
- Yasin,
Muhammad. (1996). Fitra: The Islamic Concept of Human Nature. London:
Ta-ha Published.
- Zahabi,
Muhammad Husain al-. (1381/1961). Al-Tafsir wa al-Mufassirûn. Al-Qâhirat:
Dâr al-Kutub al-Haditsat
0 komentar:
Posting Komentar